All for green,green for all

Go Green

Everyday, everywhere

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Go Green for IPB

All for green, green for all

Green Business

Green Business

Go Green for Indonesia

Hijau bumiku, hijau linganku, hijau pikiranku

Kamis, 20 Oktober 2011

10 Ways to "Go Green"

 

Related Post

Senin, 17 Oktober 2011

Cara Menghentikan Daya Rusak Batubara adalah membiarkan Batubara dalam Perut Bumi

Salah satu Daya Rusak Tambang Batubara berdasarkan catatan WALHI Sumsel pada Tahun 2010 adalah Pencemaran terhadap Sungai sungai yang ada di Sumatera selatan, sedikitnya terjadi 4 kali pencemaran oleh perusahaan Pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Muara Enim dan Lahat. Adapun sungai sungai yang tercemar tersebut adalah Sungai enim di Muara Enim, Sungai Lematang di Lahat dan Sungai Musi di Palembang. dan sampai saat ini sungai sungai yang tercemar tersebut belum juga di pulihkan. 

Selain dari kerusakan lingkungan akibat pertambangan batubara yang telah kami sebutkan diatas, Tambang Batubara pun yang dalam hal ini sistem pengangkutannya, mengancam Transportasi Umum Kereta Api yang ada di Sumatera selatan, yang menghubungkan Lubuk Linggau  – Palembang (260 Km). Setiap harinya jalur ini dilewati oleh 8 Buah Kereta api yang hilir mudik mengangkut 40 Gerbong batubara dari Wilayah Kuasa Pertambangan (KP) PT. Bukit Asam yang ada di tanjung Enim. Sedangkan untuk jalur Tanjung Enim – Tarahan Lampung (420 KM), setiap hari Rel ini di lewati oleh 14 buah kereta Babaranjang (Batubara Rangkaian panjang) yang hilir mudik dengan 40 gerbong berisi Batubara dengan muatan pergerbongnya 40 Ton, yang sangat tidak berbanding dengan kereta pengangkut Penumpang, setiap harinya hanya berangkat 2 Kali sehari (Pagi Kereta Ekonomi – Malam eksekutif dan bisnis) yang masing masing setiap berangkat mengangkut sekitar 600 Orang penumpang.
Dampak atau Daya rusak dari intensifnya aktifitas pengangkutan batubara Tanjung Enim – Palembang – Tarahan lampung, setiap harinya kereta penumpang mengalami keterlambatan jadwal sampai di Tujuan 3-5 Jam dikarenakan harus menunggu kereta Babaranjang lewat ( baca: PT.KAI lebih mengutamakan angkutan Batubara dari keselamatan Penumpang).
Selain itu juga setidaknya selama tahun 2010, telah terjadi sedikitnya 2 kali kecelakaan kereta api pengangkut Batubara (baca;anjlok) yang terjadi pada bulan Januari di Km 333+34 di Basmen Penimur, Desa Lubuk Raman, Kecamatan Rambang Dangku, Muara Enim dan pada bulan Desember di Stasiun Blambanganumpu, Waykanan lampung. Anjloknya kereta Babaranjang tersebut telah menyebabkan 3 ribu orang penumpang kereta Api Ekonomi, eksekutif dan bisnis yang berangkat pada Pagi dan malam hari dengan tujuan Palembang – Lubuk Linggau atau sebaliknya, Palembang – lampung dan sebaliknya terlantar 6-9 Jam.
Fakta lainnya kerusakan akibat dari Pengangkutan Batubara ini, juga dialami di angkutan sungai, dan mengancam terputusnya Transportasi darat di Kota Palembang yang dalam hal ini Jembatan AMPERA yang merupakan satu satunya jembatan di tengah Kota Palembang yang menghubungkan wilayah Palembang seberang ilir dan seberang Ulu. Yaitu pada tahun 2008 terjadi 5 kali kejadian tongkang pengangkut Batubara yang berisis 1000 – 2000 Ton, menabrak tiang penyangga jembatan Ampera berakibat terjadinya keretakan pada tiang jembatan yang berumur setengah abad tersebut dan terancam Roboh.
Banyaknya persoalan kerusakan yang ditimbulkan atas ekploitasi batubara di sumatera selatan ini ternyata tidaklah berhenti pada tahun 2010 karena di awal tahun 2011 masyarakat Sumsel disodorkan kembali berita tentang Kerusakan Jalan Negara sepanjang 230 Km yang menghubungkan Lahat-Muara Enim-Prabumulih- Ogan Ilir- Palembang, akibat aktifitas truk pengangkut Batubara dari Kabupaten Lahat dan Muara enim menuju lokasi penampungan (Cockpile) di Dermaga Kertapati, Dermaga Zikon Plaju Palembang dan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Berdampak terjadinya kemacetan, sehingga dalam Pengamatan WALHI Sumsel, dahulunya sebelum dilakukannya Eksploitasi Batubara di Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muara enim oleh PT. Bara Alam Utama, PT. Batubara lahat, PT. Bara Merapi Energi, PT. Satria Mayangkara Sejahtera, PT. Andalas, PT. MME, PT Bara Alam Sejahtera dan PT.Muara Alam Sejahtera dan juga eksploitasi Batubara secara besar besaran oleh PT. Bukit Asam, jarak tempuh 2 kota ini dengan kecepatan rata rata 60 Km/jam hanya memerlukan waktu 3 – 4 jam tapi kini dengan kondisi jalan yang rusak setidaknya membutuhkan waktu 5 – 6 Jam.
Fakta diatas semakin menguatkan kita semua bahwa Pertambangan Batubara sangatlah lekat dengan DAYA RUSAK sehingga dengan ini WALHI Sumsel tanpa hentinya kembali menginggatkan dan meminta kepada pemerintah Republik Indonesia dibawah Pimpinan SBY  dan Khususnya Pemerintah Daerah Sumsel yang dipimpin oleh Gubernur Alex Noerdin yang merupakan pelayan dan pelindung  Masyarakat. Bahwa
Rencana Pembangunan Rel Khusus untuk pengangkutan Batubara di Sumatera Selatan sepanjang 270 KM dari Tanjung Enim ke Dermaga Tanjung Lago (Tanjung Api Api) Kabupaten Banyuasin dan juga Rencana pembangunan Jalan darat khusus Batubara dari Kabupaten Lahat ke Tajung Api Api Kabupaten Banyuasin, tidak akan dapat menyelesaikan dan menghentikan Kerusakan Lingkungan Hidup, sosial, Budaya, dan ekonomi rakyat akibat Pertambangan Batubara dan malah akan mempercepat proses Hancurnya semua aspek aspek tersebut.
Satu satunya Cara untuk menghentikan semua Daya Rusak Pertambangan Batubara adalah  membiarkan Batubara tetap dalam perut Bumi.
Menyerukan kepada masyarakat Sumatera Selatan untuk terus mengumpulkan kekuatan dan mengorganisir diri untuk Pulihkan Sumatera selatan, dengan melakukan perlawanan dan menolak segala bentuk Pertambangan di Sumatera selatan.
Kontak Person :
  • Anwar Sadat (Direktur Eksekutif) : 0812 785 5725
  • Hadi Jatmiko (Kadiv. Pengembangan Organisasi dan Pengorganisasian Rakyat) : 0812 731 2042

Minggu, 16 Oktober 2011

Global Warming

80% Global Warming disebabkan Hewan Ternak

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, pada November 2006 PBB telah merilis laporan mengejutkan yang berhasil membuka mata dunia bahwa ternyata 18% dari emisi gas rumah kaca datang dari aktifitas pemeliharaan ayam, sapi, babi, dan hewan-hewan ternak lainnya. Di sisi lain, mobil, sepeda motor, truk-truk besar, pesawat terbang, dan semua sarana transportasi lainnya yang bisa Anda sebutkan hanya menyumbang 13% emisi gas rumah kaca. Bayangkanlah kenyataan ini: Ternyata penghasil utama emisi gas berbahaya yang mengancam kehidupan planet kita saat ini bukanlah mobil, sepeda motor, ataupun truk dan bus dengan polusinya yang menjengkelkan Anda. Tetapi emisi berbahaya itu datang dari sesuatu yang nampak sederhana, tidak berdaya, dan nampak lezat di meja makan Anda. Yaitu daging!

Mungkin bagi Anda hal ini sangat berlebihan. Tetapi ketahuilah bahwa laporan ini bukan dirilis oleh sekelompok ilmuwan paranoid yang tidak kompeten, ataupun peneliti dari tingkat universitas lokal. Laporan ini dirilis langsung oleh PBB melalui FAO (Food and Agriculture Organization—Organisasi Pangan dan Pertanian). Tentu agak sulit membayangkan bagaimana mungkin seekor anak ayam yang terlahir dari telurnya yang begitu rapuh, yang terlihat begitu kecil dibandingkan luasnya planet ini, bisa memberikan pengaruh yang begitu besar pada perubahan iklim. Jawabannya adalah pada jumlah mereka mereka yang luar biasa banyak. Amerika Serikat saja menjagal tidak kurang dari 10 miliar hewan darat setiap tahunnya (tidak termasuk ikan dan hewan laut lainnya). Bayangkan berapa banyak jumlahnya bila digabungkan dengan seluruh dunia.

1. Pemeliharaan hewan ternak memerlukan energi listrik untuk lampu-lampu dan peralatan pendukung peternakan, mulai dari penghangat ruangan, mesin pemotong, dll. Salah satu inefisiensi listrik terbesar adalah dari mesin-mesin pendingin untuk penyimpanan daging. Baik yang ada di peternakan maupun yang ada di titik-titik perhentian (distributor, pengecer, rumah makan, pasar, dll) sebelum daging tersebut tiba di rumah/piring makan Anda. Anda tentu tahu bahwa mesin-mesin pendingin adalah peralatan elektronik yang sangat boros listrik/energi.

2. Transportasi yang digunakan, baik untuk mengangkut ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukung peternakan lainnya (obat-obatan dll) menghasilkan emisi karbon yang signifikan.

3. Peternakan menyedot begitu banyak sumber daya pendukung lainnya, mulai dari pakan ternak hingga obat-obatan dan hormon untuk mempercepat pertumbuhan. Mungkin sepintas terlihat seperti pendukung pertumbuhan ekonomi. Tapi dapatkah Anda membayangkan berapa banyak lagi emisi yang dihasilkan tiap industri pendukung tersebut? Perekonomian yang maju tidak ada lagi artinya kalau planet kita hancur! Masih banyak sektor-sektor industri ramah lingkungan yang bisa dikembangkan di dunia ini. Jadi mengapa harus mengembangkan sektor yang membahayakan kehidupan kita semua?



4. Peternakan membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Demi pembukaan lahan peternakan, begitu banyak hutan hujan yang dikorbankan. Hal ini masih diperparah lagi dengan banyaknya hutan yang juga dirusak untuk menanam pakan ternak tersebut (gandum, rumput, dll). Padahal akan jauh lebih efisien bila tanaman tersebut diberikan langsung kepada manusia. Peternakan sapi saja telah menyedot makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori 8,7 miliar orang! Lebih dari jumlah populasi manusia di dunia. KELAPARAN DUNIA TIDAK AKAN TERJADI JIKA SEMUA ORANG BERVEGETARIAN. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa seorang vegetarian menyelamatkan hingga setengah hektar pepohonan setiap tahunnya! Hutan hujan tropis mengalami penggundulan besar-besaran untuk menyediakan lahan peternakan. Lima puluh lima kaki persegi hutan tropis dihancurkan hanya untuk menghasilkan satu ons burger! Perusakan hutan sama dengan memperparah efek pemanasan global karena CO2 yang tersimpan dalam tanaman akan terlepaskan ke atmosfer bersamaan dengan matinya tanaman tersebut.

5. Hewan-hewan ternak seperti sapi adalah polutan metana yang signifikan. Sapi secara alamiah akan melepaskan metana dari dalam perutnya selama proses mencerna makanan (kita mengenalinya sebagai bersendawa—glegekan kata orang jawa). Metana adalah gas dengan emisi rumah kaca yang 23 kali lebih buruk dari CO2. Dan miliaran hewan-hewan ternak di seluruh dunia setiap harinya melakukan proses ini yang pada akhirnya menjadi polutan gas rumah kaca yang signifikan. Tidak kurang dari 100 milliar ton metana dihasilkan sektor peternakan setiap tahunnya!

6. Limbah berupa kotoran ternak mengandung senyawa NO (Nitrogen Oksida) yang notabene 300 kali lebih berbahaya dibandingkan CO2. Pertanyaannya adalah: Memangnya seberapa banyak kotoran ternak yang ada? Di Amerika Serikat saja, hewan ternak menghasilkan tidak kurang dari 39,5 ton kotoran per detik! Bayangkan berapa banyak jumlah tersebut di seluruh dunia! Jumlah yang luar biasa besar itu membuat sebagian besar kotoran tidak dapat di proses lebih lanjut menjadi pupuk atau hal-hal berguna lainnya, akhirnya yang dilakukan oleh pelaku industri peternakan modern adalah membuangnya ke sungai atau ke tempat-tempat lain yang akhirnya meracuni tanah dan sumber-sumber air. Kontribusi gas NO dari sektor peternakan sangatlah signifikan!

 
Sumber: Kaskus

Penggundulan

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR
Habitat Rangkong Indonesia terancam hilang akibat eksploitasi hutan yang membuat sumber pakannya menjadi berkurang.
"Kegiatan penggundulan hutan tanpa tebang pilih membuat sumber pakan Rangkong banyak yang rusak. Kondisi ini membuat rangkong semakin terjepit dan mulai kehilangan habitatnya," kata Dwi Mulyawati Bird Conservation Officer Burung Indonesia dalam siaran pers yang dikirim melalui pesan elektroniknya, Sabtu.
Dwi mengatakan, Rangkong merupakan hidupan liar yang sangat berjasa pada regenerasi hutan. Tanpa Rangkong, diperkirakan hutan akan segera hancur dan potensi yang terkandung didalamnya ikut tergusur.
Banyak jenis pohon yang kelanjutan hidupnya bergantung pada hewan pemakan buah dalam penyebaran bijinya. "Menurut para peneliti Rangkong dijuluki sebagai petani hutan karena kehebatannya menebar biji," kata Dwi.
Lebih lanjut, Dwi menjelaskan seekor Rangkong dapat terbang dalam radius 100 km persegi. Artinya, burung yang termasuk dalam keluarga Bucerotidae ini dapat menebar biji hingga 100 km jauhnya.
Penelitian yang dilakukan di kawasan hutan produksi menunjukkan, sumber pakan Rangkong menyusut hingga 56 persen karena berkuranganya pohon pakan sebanyak 76 persen.
Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature (IUCN), dari 13 jenis Rangkong yang ada di Indonesia, Julang Sumba (Aceros everetti) merupakan jenis terancam punah yang masuk pada kategori rentan (Vulnerable/VU).
Di Indonesia, Rangkong disebut juga dengan Julang, Enggang, atau Kangkareng "Jenis yang hanya dijumpa di Pulau Sumba ini diperkirakan hanya tersisa kurang dari 4.000 ekor dengan kepadatan rata-rata enam ekor per km persegi," ujar Dwi.
Dwi menambahkan, Rangkong merupakan jenis burung yang melakukan kegiatan tersebutt. Tanpa peran Rangkong, bisa dipastikan jenis pohon tertentu akan lenyap karena induk pohon yang menua akan mati tanpa pengganti.
Buah Ara merupakan salah satu pakan favorit Rangkong yang tersedia hampir sepanjang tahun.
Diperkirakan, ada 200 jenis pohon Ara yang menjadi pakan utama Rangkong. Dan bila dibanding burung lainnya, Rangkong dianggap paling mampu dalam menebarkan biji ara, karena daya jelajahnya yang tinggi.
"Menurut Margaret F. Kinnaird dan Timothy G. O`Brien, peneliti Rangkong dan hutan tropis, terdapat korelasi erat antara Rangkong dengan hutan yang sehat," kata Dwi.
Burung Rangkong termasuk dalam Famili Bucerotidae, kelompok burung berukuran besar yang mudah dikenali, terutama dari cula (casque) pada pangkal paruhnya. Di seluruh dunia terdapat 55 jenis yang tersebar di kawasan tropis Asia dan Afrika.
Tercatat ada 13 jenis Rangkong yang ada di Indonesia. Sembilan jenis di Sumatera: Enggang Llihingan, Enggang Jambul, Julang Jambul-Hitam, Julang Emas, Kangkareng hitam, Kangkareng Perut-Putih, Rangkong Badak, Rangkong Gading, dan Rangkong Papan. Empat jenis lagi berada di Sumba (Julang Sumba), Sulawesi (Julang dan Kangkareng Sulawesi), serta Papua (Julang Papua). Kalimantan memiliki jenis Rangkong yang sama seperti Sumatera, kecuali Rangkong Papan.
Burung Indonesia adalah organisasi nirlaba dengan nama lengkap Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Birdlife Indonesia Association) yang menjalin kemitraan dengan BirdLife International, yang berkedudukan di Inggris.